Translate

Senin, 19 Januari 2015

menejemen bencana



MENEJEMEN BENCANA




TUGAS KUIAH




FERI DWI SETYAWAN
NIM 1201100080
















KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN MALANG
2015



Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia maupun dari segi materi, ekonomi, atau lingkungan dan melampaui batas kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.(United Nations International Strategy for Disaster Reduction-UN ISDR, 2004)

1.             AKTIFITAS PADA SETIAP FASE SIKLUS MANAJEMEN BENCANA (SMB)
Menurut Warfield, manajemen bencana mempunyai tujuan: (1) Mengurangi, atau mencegah, kerugian karena bencana, (2) menjamin terlaksananya bantuan yang segera dan memadai terhadap korban bencana, dan (3) mencapai pemulihan yang cepat dan efektif. Dengan demikian, siklus manajemen bencana memberikan gambaran bagaimana rencana dibuat untuk mengurangi atau mencegah kerugian karena bencana, bagaimana reaksi dilakukan selama dan segera setelah bencana berlangsung dan bagaimana langkah-langkah diambil untuk pemulihan setelah bencana terjadi.
Secara garis besar terdapat empat fase manajemen bencana, yaitu:
  1. Fase Mitigasi: upaya memperkecil dampak negative bencana. Contoh: zonasi dan pengaturan bangunan (building codes), analisis kerentanan; pembelajaran public.
  2. Fase Preparadness: merencanakan bagaimana menaggapi bencana. Contoh: merencanakan kesiagaan; latihan keadaan darurat, system peringatan.
  3. Fase respon: upaya memperkecil kerusakan yang disebabkan oleh bencana. Contoh: pencarian dan pertolongan; tindakan darurat.
  4. Fase Recovery: mengembalikan masyarakat ke kondisi normal. Contoh: perumahan sementara, bantuan keuangan; perawatan kesehatan.
    Keempat fase manajemen bencana tersebut tidak harus selalu ada, atau tidak secara terpisah, atau tidak harus dilaksanakan dengan urutan seperrti tersebut diatas. Fase-fase sering saling overlap dan lama berlangsungnya setiap fase tergantung pada kehebatan atau besarnya kerusakan yang disebabkan oleh bencana itu. Dengan demikian, berkaitan dengan penetuan tindakan di dalam setiap fase itu, kita perlu memahami karakteristik dari setiap bencana yang mungkin terjadi.
a.              Fase Mitigasi
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.
Selain itu hal lain yang dilakukan:
    1. Mengenali instruksi ancaman bahaya;
    2. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan, air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)
    3. Melatih penanganan pertama korban bencana.
    4. Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat
Pendidikan kesehatan diarahkan kepada :
    1. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)
    2. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan, dan pertolongan pertama luka bakar
    3. Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti: dinas kebakaran (113), RS dan ambulans (118), Polisi  (110), SAR / Search and Rescue  (115)
    4. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal pakaian seperlunya, portable radio, senter, baterai)
    5. Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau posko-posko bencana

b.             Preparedness
Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur akan bencana (mitigasi struktur).
Response

Jenis aktivitas respon emergensi
1. Evakuasi dan pengungsi (Evacuation and migration) Melakukan evakuasi dan pengungsi ketempat evakuasi yang aman.
2. Pencarian dan Penyelamatan (Search and rescue – SAR) Malakukan pencaharian baik korban yang meninggal dan korban yang hilang.
3. Penilaian paska bencana (Post-disaster assessment) Melakukan penilaian terhadap bencana yang terjadi
4. Respon dan Pemulihan (Response and relief) Memberikan respond an pemulihan terhadap korban bencana
5. Logistik dan suplai (Logistics and supply) Manyalurkan bantuan logistik kepada korban bencana
6. Manajemen Komunikasi dan Informasi (Communication and information management)
Memberikan informasi dan komunikasi kepada media massa mengenai jumlah kerugian korban bencana
7. Respon dan pengaturan orang selamat (Survivor response and coping)
Melakukan mendata jumlah korban bencana yang selamat baik. Ibu Hamil, anak-anak dan orang Manula
8. Keamanan (Security) Mamberikan pelayanan keamanan terhadap korban jiwa, baik itu harta benda dan yang lain.
9. Manajemen pengoperasian emergensi (Emergency operations management)
Melakukan manajemen pengoperasian emergenci pada saat terjadinya bencana d. Recovery
Secara garis-besar, kegiatan-kegiatan utama pada tahap ini antara lain, mencakup:

1. Pembangunan kembali perumahan dan lingkungan pemukiman penduduk berbasis kebutuhan dan kemampuan mereka sendiri dengan penekanan pada aspek sistem sanitasi lingkungan organik daur-ulang.
2. Penataan kembali prasarana utama daerah yang tertimpa bencana, khususnya yang berkaitan dengan sistem produksi pertanian.
3. Pembangunan basis-basis perekonomian desa dengan pendekatan penghidupan berkelanjutan, terutama pada kedaulatan dan keamanan pangan dan ketersediaan energi yang dapat diperbaharui (renewable energy); serta perintisan model sistem kesehatan yang terjangkau dan efektif.
2. Lembaga/Institusi (Pemerintah dan non-pemerintah, NGO) yang aktif dalam PB dan pada Fase mana perannya yang paling menonjol.Hal yang perlu dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan bersama-sama oleh pemerintahan, swasta maupun masyarakat dalam mitigasi bencana, antara lain:
1. Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau mendukung usaha preventif kebencanaan seperti kebijakan tataguna tanah agar tidak membangun di lokasi yang rawan bencana;
2. Kelembagaan pemerintah yang menangani kebencanaan, yang kegiatannya mulai dari identifikasi daerah rawan bencana, penghitungan perkiraan dampak yang ditimbulkan oleh bencana, perencanaan penanggulangan bencana, hingga penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang sifatnya preventif kebencanaan;
3. Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat yang sifatnya menangani kebencanaan, agar dapat terwujud koordinasi kerja yang baik;
4. Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang merupakan pelaksanaan dari kebijakan yang ada, yang bersifat preventif kebencanaan;
5. Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam setempat yang memberikan indikasi akan adanya ancaman bencana.
Sementara itu upaya untuk memperkuat pemerintah daerah dalam kegiatan sebelum/pra bencana dapat dilakukan melalui perkuatan unit/lembaga yang telah ada dan pelatihan kepada aparatnya serta melakukan koordinasi dengan lembaga antar daerah maupun dengan tingkat nasional, mengingat bencana tidak mengenal wilayah administrasi, sehingga setiap daerah memiliki rencana penanggulangan bencana yang potensial di wilayahnya.
Contoh lembaga/Institusi (Pemerintah dan non-pemerintah, NGO) yang aktif dalam PB antara lain adalah :
  1. Dinas Sosial
Dinas Sosial terlibat di semua fase. Namun pada saat ini sendiri sangat menonjol dalam fase response. Pada saat fase response yang dilakukan oleh Dinas Sosial adalah :

1. Mengerahkan Taruna Siaga Bencana (TAGANA) untuk sesegera mungkin mencari informasi dan data-data yang dibutuhkan untuk tahap penyaluran bantuan.
2. Dari data dan informasi yang diterima, Dinas Sosial mengeluarkan bantuan sesuai dengan bencana yang terjadi. Diutamakan prinsip tepat waktu, tepat sasaran dan tepat jumlah.
3. Bantuan kemudian disaluran sesegera mungkin dengan kerjasama bersama Dinas Sosial Kab./Kota dan Tagana setempat.
4. Untuk pengungsi, segera diarahkan menuju titik-titik pengungsian dan segera dibangun tenda-tenda atau shelter.
b. T N I
Keterlibatan TNI sesuai Pasal 25 ayat 1 “Pada saat keadaan darurat bencana, kepala BNPB dan kepala BPBD berwenang mengerahkan sumber daya manusia, peralatan dan logistik dan instansi lembaga dan masyarakat untuk melakukan tanggap darurat”
Keterlibatan TNI lebih menonjol pada fase respon dan recovery. Seperti melakukan evakuasi, pencarian mayat, pendirian shelter-shelter, jembatan bailey, menembus daerah isolasi, manajemen logistik pada saat tanggap darurat.

PERAN MASYARAKAT (INDIVIDU/LEMBAGA) PADA SETIAP FASE SMB
Untuk mengurangi, mencegah dan menanggulangi bencana yang mungkin terjadi atau berulang, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana perlu melakukan pengurangan resiko bencana atau manajemen resiko. Pengurangan Resiko Bencana dimaknai sebagai sebuah proses pemberdayaan komunitas melalui pengalaman mengatasi dan menghadapi bencana yang berfokus pada kegiatan partisipatif untuk melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian kelompok masyarakat, serta pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku kepentingan, dalam menanggulangi bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Tujuan agar komunitas mampu mengelola resiko, mengurangi, maupun memulihkan diri dari dampak bencana tampa ketergantungan dari pihak luar.
a. Mitigasi
- Masyarakat berperan aktif menciptakan lingkungan yang aman dari bencana. Contohnya ;
Membangun rumah yang sesuai standar ketahan gempa;
Adanya kesadaran masyarakat untuk tidak tinggal di daerah yang rawan bencana.
Masyarakat memahami dengan baik safety rule yang sudah diprogram oleh pemerintah
b. Preparedness
- Mengikuti kegiatan drill dan pelatihan-pelatihan penguatan kapasitas kebencanaan.
-Terlibat aktif dalam pembuatan jalur evakuasi.
c. Response
- Masyarakat sebagai relawan donatur, penyumbang tenaga dan keahlian serta penyedia fasilitas yang diperlukan dalam penanggulangan bencana.
-Sebagai pemimpin dalam penanganan bencana.
-Sebagai manajer logistik.
-Menggerakkan elemen lokal dalam penanggulangan bencana.
d. Recovery
Terlibat langsung dalam rehab rekon.
-Mendukung program pemerintah dalam rehab rekon.
4.PERAN PROGRAM S2 KEBENCANAAN DALAM SETIAP FASE SMB
a. Mitigasi
- Ikut memberi sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat mengenai pengurangan resiko bencana.
- Melakukan penelitian dan riset terkait kebencanaan dan karakteristiknya di daerah yang berbeda.
-Membuat pemetaan untuk daerah-daerah rawan bencana.
-Mengidentifikasi kelompok-kelompok rentan di daerah rawan bencana.
- Belajar yang rajin.
b. Preparedness
- Sebagai fasilitator dalam pelatihan penanggulangan bencana berbasis masyarakat, berbasis sekolah, dan lain-lain, contohnya;
Gempa dan Tsunami dril
- Melakukan kerjasama dengan pemerintah ataupun dengan lembaga-lembaga lainnya.
-Terlibat aktif dalam pembuatan jalur evakuasi.
c. Response
- Terjun langsung sebagai relawan, baik sebagai pelaksana, pimpinan, maupun pembuat kebijakan.
- Menjadi penghubung antara instansi atau lembaga pemerintahan dengan masyarakat.
d. Recovery
- Berperan sebagai fasilitator
- Melakukan kegiatan-kegiatan psikososi
Kegiatan yang dilakukan saat terjadi bencana
·         Pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat setelah keadaan stabil.
·         Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang tim survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan-kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari tim kesehatan.
·         Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan pertolongan pertama.
·         Seleksi pasien (triase ) untuk penanganan segera (emergency)
Kegiatan keperawatan yang dapat dilakukan pada fase impact (bencana):
a.       Bertindak cepat
b.      Don’t promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban selamat
c.       Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
d.      Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan
e.       Untuk jangka panjang bersama pihak yang terkait dapat mendiskusikan dan merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama
  1. Kegiatan apa saja yang dilakukan pada saat pasca bencana?
Peran perawat di posko pengungsian:
  1. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari
  2. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian
  3. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan kesehatan di RS
  4. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
  5. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan kesehatan
Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa
  1. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot)
  2. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
  3. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater
  4. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.
Kegiatan yang biasa dilakukan pasa bencana:
  1. Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik
  2. Pemberian bantuan
Perawat dapat melakukan aksi galang dana bagi korban bencana, seperti makanan, obat-obatan, keperluan sandang dan lain sebagainya. Hal lain yang harus difokuskan adalah pemerataan bantuan di tempat bencana yang sesuai kebutuhan.
  1. Pemulihan kesehatan mental
Pada orang dewasa pemulihannya bisa dilakukan dengan sharing dan mendengarkan segala keluhan-keluhan yang dihadapinya, selanjutnya diberikan solusi dan penyemangat untuk tetap bangkit. Sedangkan pada anak-anak cara yang efektif adalah dengan mengembalikan keceriaan mereka kembali, perawat dapat mendirikan sebuah taman bermain dimana anak tersebut akan mendapat permainan, cerita lucu, dan lain sebagainya, sehingga kepercayaan diri mereka akan kembali.
  1. Pemberdayaan masyarakat
Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas dan skill untuk bekal mereka kelak, perawat dapat melakukan pelatihan-pelatihan ketrampilan yang difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi atau LSM yang bergerak di bidang itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar