Translate

Minggu, 18 Januari 2015



BAB 1

PENDAHULUAN


N

yeri merupakan fenomena fisiologik yang berfungsi sebagai “sinyal” bagi individu bahwa ada suatu kelainan yang terjadi. Rasa nyeri merupakan pelindung mencegah terjadinya kerusakan yang disebabkan rangsang nosiseptif (nyeri). Rasa nyeri bukan hanya respon fisiologik tetapi juga melibatkan atau dipengaruhi aspek psikologis yang mana persepsi  setiap individu berbeda-beda. Perasaan nyeri sering sekali dirasakan klien yang menderita sakit.

Fenomena yang ada kerap kali klien yang sedang mengalami nyeri sangat tergantung dengan obat-obatan anti nyeri (farmakologis). Padahal terkadang nyeri yang dirasa masih pada derajat yang dapat dikontrol dengan cara-cara nonfarmakologis seperti distraksi, progresif relaksasi, guided imagery, massage, dll.

Pelaksanaan intervensi nyeri nonfarmakologis masih sering diabaikan oleh perawat dibanding intervensi farmakologis, padahal intervensi ini merupakan tindakan independen yang bisa dilaksanakan perawat. Bila dilaksanakan itupun sering kurang tepat tehnik, waktu dan sasarannya. Hal ini dikarena berbagai hal, diantaranya masih kurangnya pengetahuan dan ketrampilan melaksanakan tehnik tersebut. 

Berpijak dari kondisi tersebut penulis tertarik mengkaji lebih dalam bagaimana apilikasi intervensi nonfarmakologis pada nyeri beserta landasan mekanisme neurofisiologinya sehingga mempunyai dasar yang kuat untuk penerapan tehnik ini.


BAB 2

NEUROFISIOLOGI NYERI


S
ecara umum stimulus nyeri disebabkan oleh (Ignatavicius, Workman & Mishler, 1996) :
1)  Kerusakan jaringan
2)  Kontraksi/spasme otot yang menimbulkan tipe nyeri iskemik
3)  Kebutuhan oksigen otot meningkat tetapi suplai darah
     terbatas misalkan disebabkan  karena penekanan vaskuler.

Sedangkan menurut Kozier (2000) pada dasarnya ada 3 stimulus nyeri yakni :
Tipe stimulus
Dasar Fisiologi
Mechanical
§  Trauma pada jaringan tubuh, contoh pembedahan
§  Gangguan pada jaringan, contoh udema
§  Tersumbatnya saluran di tubuh
§  Tumor

§  Spasme otot
Thermal
§  Panas atau dingin yang ekstrim, contoh terbakar
Chemical
§  Iskemia jaringan, contoh tersumbatnya arteri koroner

§  Spasme otot


§  Kerusakan jaringan ; iritasi langsung pada reseptor nyeri, inflamasi
§  Penekanan pada reseptor nyeri

§  Distensi pada lumen saluran
§  Tekanan pada reseptor nyeri, iritasi pada ujung saraf
§  Stimulasi reseptor nyeri

§  Kerusakan jaringan, stimulasi reseptor nyeri thermosensitive

§  Stimulasi reseptor nyeri karena akumulasi asam laktat (dan zat kimia lain seperti bradykinin dan enzim-enzim) pada jaringan
§  Adanya stimulasi mekanik menyebabkan iskemik jaringan
Adanya ketiga penyebab nyeri tersebut dipercaya jaringan yang injuri melepaskan substansi kimia dari ujung saraf yang disebut Neurotransmitter. Adanya kerusakan jaringan tersebut sel melepaskan histamin dan terakumulasinya asam laktat dijaringan yang injuri (Ignatavicius, Workman & Mishler, 1996). Serotonin dan ion potassium juga dapat menstimulasi nyeri (Kozier, 2000).  Substansi lain yang juga dapat menstimulasi nociceptor/receptor nyeri adalah (Taylor, Lilis & LeMone, 1997) :
n  Bradykinin, Merupakan vasodilator kuat yang meningkatkan permeabilitas kapiler dan konstriksi smooth muscle / otot halus. Secara kimiawi substansi ini penting sebelum stimulus nyeri dibawa ke otak. Bradykinin juga mencetuskan pelepasan histamin. Kombinasi dengan histamin menimbulkan kemerahan, bengkak dan nyeri (inflamasi).
n  Prostaglandin, Merupakan subtansi hormon yang menambah stimulus nyeri pada CNS dengan cara meningkatkan efek Bradykinin.
n  Substance P, dipercaya bekerja menstimulasi reseptor nyeri dan  yang  menyebabkan respon inflamasi  pada jaringan lokal  ( Fuller & Scaller-ayers, 1994). Sebagai tambahan substansi ini diketahui sebagai neurotransmitter yang menyebabkan pergerakan impuls melewati sinaps saraf dari primary afferen neuron menuju second-order neuron.

Selanjutnya stimulus nyeri tersebut berjalan menuju otak yang mana terjadi dalam 4 tahap yaitu (Roshdal 2000) :
1)    Transduction : Sistem saraf merubah stimulus nyeri menjadi impuls diujung saraf.
2)    Transmision : Impuls bergerak dari titik asal nyeri ke otak.
Stimulus nyeri tersebut ditransmisikan dari tubuh bagian perifer oleh dua serabut yakni (ignatavicius, Workman & Mishler, 1996) :
n  A delta fibers, yang terutama ditemukan dikulit dan otot. A delta fibers merupakan serabut yang bermyelin, bersifat fast conducting (penghantar cepat), untuk sensasi tajam, cakaran, dan tusukan, menghantar nyeri akut, intermitten dan lokal. Serabut ini terutama untuk stimuli mekanik daripada kimia/termal sehingga disebut Mechanical Nociceptors.
n  C fibers,  berdistribusi diotot, periosteum dan viseral. C fibers merupaka serabut yang tidak bermyelin/sedikit myelin. Bersifat slow conducting, nyeri dihantarkan lebih menyebar, kontinyu/konstan.   untuk sensasi nyeri tumpul, terbakar dan bersifat nyeri kronik. Serabut ini menyalurkan rangsang panas, kimia dan mekanik yang kuat.
3)     Perception : Otak merekognisi, mendefinisikan dan merespon nyeri. Setelah stimulus nyeri ditransmisikan ke otak selanjutnya diproses ke CNS. Proses pusat nyeri di otak ada 3 tingkatan yaitu : 1) Thalamus 2) midbrain 3) kortex. Area tersebut bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran nyeri, interpretasi rangsang nyeri dan menghasilkan respon nyeri.
·         Thalamus bekerja sebagai pusat relay untuk sensori input dari traktus spinotalamikus dari spinal cord.
·         Midbrain bekerja meningkatkan kesadaran dari stimulus
·         Kortex berfungsi membedakan status dan lokasi nyeri seperti interpretasi pengalaman nyeri.
4)     Modulation : Aktivitas tubuh memerlukan respon inhibisi untuk mempengaruhi nyeri. Dengan adanya stimulus nyeri tubuh berespon menghambat atau meningkatkan nyeri melalui mekanisme inhibisi dan fasilitasi. Input sensori pada spinal cord tersebut dipengaruhi oleh substansi kimia neuroregulator yang meliputi (ignatavicius, Workman & Mishler, 1996) :
·      Neurotransmiter, merupakan zat kimia yang menghambat atau mengeksitasi aktivitas postsinaptic sel membran saraf terdiri dari : Acetylcholine, norepinephrine, epinephrine, dopamin
·      Neuromodulator, disebut dengan endogenous opiates. Merupakan protein hormon yang ditemukan di otak yang berimplikasi pada modifikasi nyeri. Substansi ini sebagian besar komposisinya terdiri peptida asam amino yang disebut alpha dan beta endorphins dan enkephalins. Substansi ini berespon menyebabkan analgesia. Endorphins dan enkephalins mirip dengan morfin hanya lebih poten. Peptida besar (endorphine) lebih lama efek analgesiknya dibanding enkephalins, Substansi ini dapat memblok nyeri yang kuat dan euforia. Endorphine diproduksi oleh kelenjar hipofise anterior dan hipotalamus. Endhorphine dapat dilepas bila dilakukan stimulasi kulit misalkan massage dan relaksasi (Taylor, Lilis & LeMone, 1997). Sedangkan Peptida kecil (enkephalins) tersebar sepanjang otak dan dorsal horn dari spinal cord kurang kuat dibanding endorphine. Berfungsi menurunkan sensasi nyeri dengan cara menghambat pelepasan substance P dari neuron terminal afferen.




Gambar 2.1:
GAMBARAN SENSASI NYERI
1.     Pesan nyeri diterima oleh ujung saraf  pada jari yang terbakar. Zat-zat kimia yang poten (substance P, bradikinin, prostaglandin) dirangsang, sensitivitas ujung saraf membantu mentransmisikan pesan nyeri dari jari yang injuri menuju otak, dan membentuk tahap penyembuhan (respon inflamasi)
2.     Signal nyeri dari jari yang terbakar berjalan menjadi impuls elektrokimia sepanjang saraf pada dorsal horn di spinal cord (daerah sepanjang tulang belakang dan menerima signal dari semua bagian tubuh)
3.     Pesan direlay di talamus, pusat sensori diotak terhadap sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan sehingga menyadarinya
4.     Selanjutnya berjalan ke korteks, tempat untuk menafsirkan intensitas dan lokasi nyeri. Sedikit diketahui faktor faktor yang mempengaruhi persepsi individu terhadap persepsi nyeri. Dalam hal ini arti dari nyeri  dan respon secara sadar.
5.     Signal nyeri mulai dari otak turun lewat spinal cord
6.     Di dorsal horn zat kimia seperti endorphin ditingkatkan untuk meminimalkan pesan nyeri dari jari yang injuri


Sumber : Taylor, Lilis, &  Le Mone (1997). Fundamentals os Nursing ed. 3. Philadelphia : Lippincot

BAB 3

FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI NYERI



F
aktor situasional yang mempengaruhi respon nyeri menurut R. Gatchel and D. Turk (1996) adalah sebagai berikut :

1.   FAKTOR KOGNITIF, yang meliputi :
§  Pemahaman
§  Kontrol
§  Relevansi
§  Strategi mengontrol nyeri
2.   FAKTOR PERILAKU, yang meliputi :
§  Gerakan berlebihan
§  Respon Orang tua/Staff
§  Pengekangan fisik
§  Aktivitas fisik
§  Aktivitas Sosial
3.   FAKTOR EMOSIONAL, yang meliputi :
§  Kecemasan
§  Ketakutan
§  Frustasi
§  Marah
§  Depresi
4. FAKTOR LAIN, Selain 3 faktor diatas sensasi nyeri juga dipengaruhi oleh faktor :
§  Usia
§  Gender
§  Tingkat kognitif
§  Pengalaman  Nyeri
§  Pembelajaran keluarga
§  kultur

Menurut Brunner and Suddarth (2000) respon nyeri dipengaruhi oleh : Pengalaman nyeri yang lalu, kecemasan, usia, dan efek plasebo. Faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri, toleransi dan dampak terhadap respon nyeri.

PENGALAMAN YANG LALU
Pengalaman yang banyak atau lama terhadap nyeri akan menurunkan kecemasan dan lebih toleransi terhadap nyeri sehingga nyeri berkurang. Bagi sebagian besar orang hal tersebut belum tentu benar, pengalaman yang banyak terhadap nyeri justru akan lebih takut terhadap kejadian nyeri, sehingga orang tersebut kurang mampu toleransi terhadap nyeri.

Seorang yang mengalami nyeri berulang akan mempelajari ketakutan terhadap nyeri dan ketidakmampuan dalam penanganannya. Seseorang yang pernah mengalami nyeri berat ia  mengetahui bagaimana beratnya nyeri tersebut sebaliknya yang tidak pernah mengalaminya akan tidak takut terhadap nyeri tersebut.

KECEMASAN DAN DEPRESI
Meskipun  secara umum dipercaya kecemasan akan meningkatkan nyeri hal ini tidak selalu benar. Penelitian menunjukkan tidak konsistennya  hubungan antara kecemasan dan nyeri atau tidak ditunjukkannya latihan reduksi stress  pada nyeri preoperasi dapat menurunkan nyeri postaoperasi. Sebagai contoh pasien yang dilakukan tindakan operasi 2 tahun yang lalu terhadap Ca Payudara sekarang nyeri pinggul karena takut nyeri tersebut menunjukkan metastase. Pada kondisi tersebut kecemasan meningkatkan nyeri. Sebaliknya kecemasan dapat menurunkan persepsi nyeri karena timbul efek distraksi, contoh ibu yang dirawat di RS karena menderita batu empedu cemas akan anaknya dirumah akan berkurang rasa nyerinya sejlan dengan meningkatnya kecemasan terhadap anaknya. Depresi berhubungan dengan nyeri kronik. Lama durasi nyeri berhubungan dengan meningkatnya insiden depresi. 

USIA
Pengaruh usia terhadap persepsi nyeri dan toleransi tidak berubah secara significan dengan proses penuaan, Jika penurunan persepsi nyeri pada orang tua hal tersebut karena sekunder dari proses penyakit seperti DM bukan karena proses penuaan.

KULTUR DAN ETNIK
Kultur dan etnik mempengaruhi bagaimana seseorang berespon terhadap nyeri. Semenjak anak-anak individu belajar bagaimana berespon terhadap nyeri mampu diterima atau tidak. Orang yang berasal dari kultur yang berbeda bila mengalami intensitas nyeri yang sama tidak berespon dengan cara yang sama.

……………….. belum lengkap

BAB 4

MEKANISME & JENIS INTERVENSI NONFARMAKOLOGIS PADA NYERI


M
ekanisme intervensi nonfarmakologis pada nyeri berdasar  teori Gate Control  menjelaskan bahwa adanya hubungan antara nyeri dan emosi (Melzack & Wall, 1982). Menurut teori ini nyeri tidak hanya respon fisiologik tetapi juga psikologik. Pada proses terjadinya nyeri terdapat serabut saraf tertentu yang berperan penting yaitu : serabut saraf yang berdiameter kecil (nociceptor) yang mengkonduksikan bangkitan stimulus nyeri keotak dan serabut saraf yang berdiameter besar (nonnociceptor) yang menghambat transmisi impuls nyeri dari spinal cord ke otak.    impuls nyeri ditransmisikan dari tubuh bagian perifer oleh serabut saraf  A delta & C fibers (Taylor, Lilis & LeMone, 1997). Impuls tersebut dimodifikasi di spinal cord sebelum ditransmisikan ke otak. Impuls berjalan ke dorsal horn  pada saraf spinal yang disebut substansia gelatinosa. Sinaps di dorsal horn berperan sebagai gate/pintu yang menutup impuls menuju otak atau membuka sehinggA impuls naik ke otak (Kozier, 2000). Sel substansia gelatinosa dapat menghambat atau menfasilitasi impuls nyeri yang ditransmisikan oleh Trigger cell (T Cell). Ketika gate/pintu tertutup aktivitas T cell dihambat dan impuls berkurang, selanjutnya ditransmisikan keotak. Ketika pintu membuka impuls nyeri menuju otak. Hal tersebut mirip dengan mekanisme “gating” pada serabut saraf dari talamus dan kortex cerebral dalam mengatur proses berfikir, emosi, kepercayaan dan nilai (ignatavicius, Workman & Mishler, 1996).

Keterlibatan otak membantu menjelaskan bagaimana stimuli nyeri diinterpretasikan berbeda oleh tiap orang. Meski teori gate control belum diterima mutlak tetapi teori ini dapat membantu bagaimana intervensi elektrik dan mekanik, panas dan pemijatan dapat mengurangi nyeri. Sebagai contoh massage punggung akan menstimulasi saraf berdiameter besar yang menyebabkan menutupnya gate/pintu dari adanya nyeri punggung. Untuk lebih jelasnya bagaimana mekanismenya 



JENIS DAN MEKANISME INTERVENSI NONFARMAKOLOGIS
PADA NYERI

PROGRESIVE MUSCLE RELAXATION

Progresive muscle relaxation adalah tehnik menegangkan dan merilekskan otot-otot.  penegangan selama 5-7 detik kemudian rileks selama 20-30 detik, saat inspirasi otot ditegangkan lalu ekspirasi secara perlahan ketika relaksasi otot.

Progresive muscle relaxation didasari oleh teori ketegangan otot sebagai respon tubuh terhadap pikiran yang menyebabkan kecemasan. Ketika relaksasi otot yang dalam  akan menstimulasi serabut saraf yang berdiameter besar (nonnociceptor) yang menghambat transmisi impuls nyeri pada serabut saraf yang berdiameter kecil (nociceptor) dari spinal cord ke otak. Impuls tersebut dimodifikasi di spinal cord sebelum ditransmisikan ke otak. Impuls berjalan ke dorsal horn  pada saraf spinal yang disebut substansia gelatinosa. Sinaps di dorsal horn yang berperan sebagai gate/pintu yang menutup atau membuka impuls menuju otak. Sel substansia gelatinosa dapat menghambat atau menfasilitasi impuls nyeri yang ditransmisikan oleh Trigger cell (T Cell). Ketika gate/pintu tertutup aktivitas T cell dihambat dan impuls berkurang. Ketika pintu membuka impuls nyeri menuju otak. Hal tersebut mirip dengan mekanisme “gating” pada serabut saraf dari talamus dan kortex cerebral dalam mengatur proses berfikir, emosi, kepercayaan dan nilai. Dengan berkurangnya ketegangan otot dan emosi berarti penyebab nyeri berkurang sehingga menimbulkan relaksasi yang merangsang pelepasan endorphin untuk menghambat impuls nyeri.

Tehnik ini untuk menurunkan rasa nyeri ringan – sedang,  menurunkan kecemasan yang berhubungan dengan rasa nyeri, mengurangi ketegangan otot dan fikiran. Selain itu dapat menurunkan denyut nadi dan rata-rata respirasi serta memberikan efek yang positif pada spasme otot, nyeri pinggang, migrain, hipertensi, iritabilitas usus dan fobia ringan serta pada klien dengan kemoterapi yang menimbulkan mual dan muntah (kozier et al, 2000).

Tehnik ini efektif jika diberikan pada klien dengan kondisi stabil,   dapat berpartisipasi penuh dan kooperatif sehingga memberikan manfaat yang besar. (Perry and Potter, 1998).

GUIDED IMAGERY (IMAJINASI TERPIMPIN)

Guided Imagery / visualisasi adalah tehnik dengan menggunakan imajinasi yang positif atau menyenangkan untuk mengurangi stress atau penyembuhan (Delmar’s, 2000). Imajinasi yang positif ditujukan pada  semua indera dalam suasana yang sangat nyaman dan bebas interupsi (Gaylene, Patricia, and Valerie, 2000). Guided Imagery merupakan pengalaman sensasi yang dapat secara efektif menurunkan persepsi nyeri dan meminimalkan reaksi nyeri. Tujuan tehnik ini adalah agar klien menggunakan satu atau beberapa indera untuk menghasilkan imajinasi. Imajinasi menimbulkan respon psikofisiologis yang positif karena terjadi mind body interaction (Dossey, 1992, stephen, 1993).

Pada saat dilakukan imajinasi akan merangsang pengeluaran endorphin sehingga mereduksi impuls nyeri yang dihantarkan oleh syaraf. Tehnik ini lebih efektif untuk nyeri kronik dari pada akut (Taylor, Lilis & LeMone, 1997). Tehnik ini dapat digunakan pada bermacam-macam situasi seperti manajemen cancer, kemoterapi, nyeri kronik, dan reduksi stress, gangguan tidur, sakit kepala, migrain dan lain-lain.  

CUTANEUS STIMULATION

§  Massage

Massage terapeutik adalah penekanan dan pergerakan tangan secara intensif sehingga memberikan kenyamanan. Massage merupakan stimulasi kulit dengan cara pemijatan lembut yang berfungsi mengaktifkan serat saraf sensori berdiameter besar untuk mencegah stimulasi nyeri. Menurut Ferrel, Torry, Gleek, (1993) massage juga memblok persepsi nyeri dengan merangsang pelepasan endorphin dan membantu relaksasi otot (Taylor, Lilis, & LeMone 1997). Massage dapat meningkatkan relaksasi, meningkatkan sirkulasi darah dan kelenjar limfe menurunkan nyeri dan spasme. Ferrel, Torry, Gleek, (1993) juga melaporkan massage secara signifikan menurunkan kecemasan, denyut jantung, tekanan darah, dan persepsi nyeri. Tehnik ini efektif digunakan pada nyeri ringan – sedang.
Perhatian ! Saat massage jangan pada daerah yang terdapat reaksi hiperemi abnormal, memar, bengkak, atau peradangan karena dapat menyebabkan kerusakan jaringan serta hindari massage pada tulang belakang (Elkin, Perry, & Potter, 2000).
 
§  Accupresure
Melakukan penekanan dan atau massage pada titik-titik seperti acupuncture. Mekanisme kerja menghambat nyeri dengan cara menstimulasi ujung saraf berdiameter besar (Taylor, lilis & LeMone, 1997) sehingga menghambat transmisi impuls nyeri pada serabut saraf yang berdiameter kecil (nociceptor) dari spinal cord ke otak. Impuls tersebut dimodifikasi di spinal cord sebelum ditransmisikan ke otak. Impuls berjalan ke dorsal horn  pada saraf spinal yang disebut substansia gelatinosa. Sinaps di dorsal horn yang berperan sebagai gate/pintu yang menutup atau membuka impuls menuju otak. Sel substansia gelatinosa dapat menghambat atau menfasilitasi impuls nyeri yang ditransmisikan oleh Trigger cell (T Cell).

§  TENS (Trans Electrical Nerve Stimulation)
Merupakan alternatif tehnik noninvasif  yang mana listrik menstimulasi serabut saraf berdiameter besar sehingga menimbulkan gate/pintu tertutup. Akibatnya transmisi impuls nyeri dihambat. Alat ini diletakkan pada area nyeri (Taylor, Lilis & LeMone, 1997).

§  Acupuncture
Adalah tehnik mengurangi nyeri dengan menggunakan jarum dengan ukuran bermacam-macam yang ditusukkan pada bagian spesifik dari tubuh untuk menghasilkan insensitifitas (ketidakpekaan) terhadap nyeri. Setelah jarum diinsersikan kedalam tubuh, lalu dihubungkan dengan listrik arus rendah. Tehnik ini efektif untuk menurunkan nyeri ringan-sedang. Mekanismenya dengan cara menstimulasi ujung saraf berdiameter besar sebagaimana acupresure (Taylor, Lilis, & LeMone, 1997).

§  Contra Lateral Stimulation
Stimulasi kulit pada area berlawanan dari nyeri, sebagai contoh nyeri dilengan kiri distimulasi pada lengan kanan sehingga nyeri dapat berkurang. Mekanismenya belum jelas (Taylor, Lilis, & LeMone, 1997).

§  Cold/Heat Apllication
Terapi dingin atau panas dapat menstimulasi reseptor nonpain pada bidang reseptor yang sama pada area injuri. Es dapat diletakkan pada tempat injuri segera setelah injuri/pembedahan.  Dilakukan pada area tersebut dalam waktu tidak lebih dari 20 menit. Bila lebih dapat mengakibatkan frosbite/injuri saraf. Terapi cold and heat harus hati-hati dilakukan dan dimonitor untuk mencegah injuri pada kulit. Terapi panas dapat meningkatkan aliran darah dan mereduksi nyeri, contoh kompres hangat pada inflamasi sendi (Brunner & Suddarth’s, 2000).

HIPNOSIS
Hipnosis Suatu tehnik yang menimbulkan kondisi dibawah sadar yang dibuat oleh hipnotist sehingga nyeri tidak dirasakan. Efektif untuk menurunkan nyeri akut/kronik dengan mekanisme yang belum jelas. Efektifitasnya tergantung kedalaman hipnosis. Suksesnya respon hipnosis berhubungan dengan keterbukaan untuk sugesti, percaya bahwa hipnosis akan bekerja dan kesiapan emosional (Brunner & Suddarth’s, 2000).

BIOFEEDBACK
Biofeedback adalah tehnik dengan menggunakan “teaching machine” yang dilengkapi signal yang memberi feedback untuk membantu klien belajar mengontrol mekanisme tubuh secara tidak sadar yang menyebabkan nyeri. Tehnik ini menurunkan nyeri dengan cara menurunkan kecemasan karena berkurangnya kontrol terhadap fungsi tubuh sehingga akan berdampak dalam inhibisi impuls nyeri. Tehnik ini efektif untuk menurunkan nyeri ringan – sedang (Brunner & Suddarth’s, 2000).

EDUCATION
Pendidikan untuk menurunkan semua tipe nyeri. Tehnik ini termasuk sensori dan informasi prosedural serta instruksi yang bertujuan menurunkan aktivitas yang menyebabkan nyeri (Elkin, Perry, & Potter, 2000)

MEDITASI
Meditasi adalah upaya untuk memusatkan perhatian pada suatu hal. Menurut Benson efek dari meditasi adalah : HR dan RR bertambah lambat, konsumsi O2 turun 20 %, kadar laktat didalam tubuh turun, kekuatan kulit terhadap listrik meningkat 4 kali lipat, pola gelombang otak terjadi peningkatan aktivitas gelombang alpha. Hasil tersebut dipengaruhi oleh lingkungan yang relatif tenang, perangkat mental yang memberikan stimulus konstan, posisi yang nyaman, sikap yang pasif (Davis, Eshelman, &McKay, 1995).  Dengan penurunan kadar laktat dan ketenangan akan mengurangi penyebab nyeri sehingga menghambat impuls nyeri.

DISTRACTION



BAB 5

INDIKATOR PERUBAHAN

RESPON NYERI


I

ndikator fisiologi dan psikologi perubahan respon nyeri akut dan kronik adalah sebagai berikut :

NYERI AKUT
RINGAN & SEDANG
NYERI AKUT
BERAT
NYERI KRONIK

Tachycardia
Tachypnea
Peningkatan tekanan darah
Diaphoresis
Peningkatan serum glukosa
Dilatasi pupil
Pucat
Peningkatan ketegangan otot
Penurunan motilitis saluran cerna
Cemas

 

Penurunan HR

Respirasi cepat, tidak teratur
Penurunan Tekanan darah
Kelemahan
Mual/muntah
Ketegangan otot
Pucat
Kelelahan
Dilatasi pupil
lemah
Tidakberdaya

Lemah
Insomnia
Anorexia
Penurunan BB
Gangguan mobilitas
Depresi
Marah
Putus asa
Takut
Cemas
Isolasi
Sumber : Elkin, Perry, & Potter(2000). Nursing Intervention and Clinical skill. St. Louis : Mosby
 
Sedangkan indikator nyeri lainnya pada aspek perilaku adalah :
MOTOR
AFEKTIV
Ekpresi wajah
Postur
Gaya jalan
Menurunnya tingkat aktivitas
Hati-hati
Otot tegang
Merintih
Menangis
Menarik diri
Peka
gelisah
Sumber ; Modified from Lewis SM, Collier IC, Heitkemper MM : Medical surgical Nursing : Assesment and management of clinical problem ed. 4. St Louis, 1996, Mosby




DAFTAR KEPUSTAKAAN


Brunner & Suddarth’S (2000). Text Book Of Medical Surgical Nursing. Philadelphia : Lippincot
Campbel (1996). Pain 1996 an Up dated Review. Seatlle : IASP Press
Davis, Eshelman, & McKay (1995). Panduan Relaksasi dan Reduksi Stress ed.III. Jakarta : EGC
Elkin, Perry, & Potter (2000). Nursing Intervention and Clinical Skill. St. Louis : Mosby
Ignativicius, Workman, & Mishler (1996). Medical Surgical Nursing : a Nursing Process Approach. Philadelphia : W.B. Saunders Company
Kozier et all (2000). Fundamentals of Nursing Concept, procces and practice. Philadelphia : Lippincot

Roshdal (2000). Basic Nursing. St. Louis : Mosby

Taylor, Lilis, &  Le Mone (1997). Fundamentals of Nursing ed. 3. Philadelphia : Lippincot


1 komentar:

  1. Casino, Dining, and Wedding Ideas - Dr.MD
    › gendev › casino-dining › gendev 출장마사지 › casino-dining 화성 출장마사지 Explore a wide range of romantic 정읍 출장마사지 nightlife experiences at Casino Dining at Dining at Dining at 경상북도 출장샵 Dining at Dining 구리 출장마사지 at Dining at Dining at Dining at Dining at Dining at Dining at

    BalasHapus